Sabtu, 09 Oktober 2010

PENGURUSAN ZAKAT FITRAH

PENGURUSAN ZAKAT FITRAH: "

Langkah-langkah penting yang harus/sebaiknya dilakukan bagi penyalur zakat, dalam mengetahui mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) dan cara penyaluran zakat adalah

  1. Mendafatar para fakir dan miskin melalui petunjuk dari ketua-ketua RT, agar dapat diketahui dengan pasti mereka yang berhak menerima zakat fithrah.
  2. Mengelompokkan para fakir miskin tersebut dalam daftar tersendiri:

2.1. Mereka yang aktif menjalankan ibadah shalat dengan tekun.

2.2. Mereka yang tidak tekun menjalankan ibadah (kadang-kadang shalat dan kadang-kadang tidak shalat).

2.3. Mereka yang tidak menjalankan ibadah shalat sama sekali, tetapi mereka masih menghormati agama Islam.

2.4. Mereka yang tidak beragama Islam.

3. Daftar nama-nama dari kelompok pertama (2.1.), kita sodorkan ke­pada orang-orang yang aktif manjalankan shalat dan puasa, agar me­reka memilih orang-orang yang akan diberi zakat, dengan memberi­kan petunjuk kepada mereka bahwa memberikan zakat kepada:

a. Orang-orang yang mengajar mengaji Al Qur'an dan ilmu agama ke­pada anggota keluarganya, adalah lebih utama dari pada kepada anggota keluarga muzakki sendiri.

b. Famili, adalah lebih utama daripada kepada tetangganya.

c. Tetangga, adalah lebih utama daripada yang bukan tetangga.

4. Mengusahakan agar jangan sampai ada orang-orang yang dalam kelompok pertama ini yang tidak mendapat bagian zakat; tanpa menghalangi mereka yang dipilih oleh orang banyak, sehingga mene­rima zakat lebih dari satu orang.

5. Meminta kepada mereka yang berzakat agar beras zakat mereka dimasukkan ke tas kresek (tas plastik) dan diberi kertas kecil yang di­tulisi namanya, agar beras zakatnya tidak tersalur kepada orang yang tidak dituju.

6. Kelompok kedua dan ketiga, dicarikan zakat dari orang-orang yang sama dengan mereka; dan jika jumlah fakir miskin dari kelompok ke­dua dan ketiga ini jumlahnya lebih banyak dari yang berzakat, maka dicarikan sedekah. Sedang kelompok keempat, jika keadaan meng­hendaki boleh juga dicarikan sedekah.

7. Pada malam hari raya, mereka yang berzakat diminta untuk me­ngantarkan beras zakatnya ke tempat yang telah ditentukan oleh pani­tia; sedang mereka yang berhak menerima zakat diberi undangan un­tuk datang ke tempat pembagian zakat.

8. Pada saat panitia menyerahkan beras zakat dari orang yang berza­kat kepada orang yang berhak menerimanya, maka panitia selaku wa­kil dari orang yang berzakat berniat mengeluarkan zakat fithrah dari orang yang diwakili.

Dalam hal ini, panitia sama sekali tidak mengambil bagian dari hasil zakat sedikitpun, karena tujuan dari panitia hanyalah menyalurkan zakat fithrah sesuai dengan tuntunan syari'at Islam. Sedang anggota panitia yang termasuk golongan yang berhak menerima zakat, juga dicarikan zakat.

Pengurusan zakat harta dan lainnya.

  1. Mendaftar para fakir miskin melalui ketua-ketua RT dengan menge­lompokkan mereka,yang aktif melakukan ibadah dan yang tidak aktif.
  2. Menentukan siapa saja di antara mereka yang memerlukan ban­tuan modal dan berapa jumlah minimal yang diperlukan oleh masing-­masing dari mereka, siapa yang memerlukan bantuan untuk perbai­kan rumah, siapa yang memerlukan bantuan untuk membeli sepeda untuk bekerja dan lain sebagainya.
  3. Mendatangi para wajib zakat dengan menyadarkan agar mereka mau memberikan zakat kepada para mustahiq atau orang yang berhak menerima zakat, sejumlah modal kerja yang mereka perlukan, agar zakat yang mereka keluarkan lebih bermanfaat dan lebih bergu­na. Disamping itu juga memberi penjelasan kepada mereka yang memberikan zakat, bahwa memberikan zakat kepada famili lebih uta­ma dari pada kepada tetangga, dan memberikan zakat kepada te­tangga adalah lebih utama daripada kepada orang lain.
  4. Memonitor dan memberi bimbingan serta petunjuk seperluanya ke­pada mereka yang telah menerima modal kerja dari hasil zakat, se­hingga diharapkan di tahun depan sudah tidak iagi termasuk golo­ngan yang berhak menerima zakat, bahkan dapat menjadi golongan yang wajib mengeluarkan zakat.
  5. Para fakir miskin yang sudah tidak mampu bekerja, dicarikan bagi­an zakat sejumlah tertentu yang didepositokan yang bunganya dapat diserahkan kepada mereka setiap bulan.
  6. Bagian zakat dari gharim dan ibnu sabil juga didepositokan, agar sewaktu-waktu diperlukan dapat diambilkan dari bunganya.

Pengurusan zakat semacam ini harus ditangani oleh organisasi yang mendirikan panitia penyalur zakat dengan administrasi yang rapi, tertib, dan bersifat permanen.

Cara pembagian di atas dengan model mengklasifikasikan mustahiq tersebut bertujuan agar zakat tersebut tersalurkan pada orang-orang yang benar-benar berhak menerimanya, karena bila salah sasaran maka panitia akan menanggung dosa dari kesalahan dalam penyaluran zakat tersebut. Apakah orang yang biasa (bertahun-tahun) Tarikush sholat dan sering diberi santunan zakat tetapi tetap tidak menjalankan sholat (walau kaslan), masih boleh diberi zakat? Apakah Tarikush Sholat tersebut bisa digolongkan ‘Aashin (Orang melakukan kemaksiatan) yang terang-terangan? Maka harap kita pahami penjelasan para ulama’ mengenai hal ini, dari kitab-kitab sbb. yang menghukumi haram memberi zakat orang ahli maksiat yang terang-terangan :

1) فَتْحُ الْعَلاَم : 3 : 492-493

  1. a. وَلاَ يَصِحُّ دَفْعُ الزَّكَاةِ لِمَنْ بَلَغَ تَارِكًا لِلصَّلاَةِ اَوْ مُبَذِّرًا لِمَالِهِ بَلْ يَقْبِضُهَالَهُ وَلِيُّهُ

Tidak sah memberikan zakat kepada orang yang sudah baligh (mukallaf) yang meninggalkan sholat atau orang yang memubadzirkan hartanya akan tetapi walinya yang berhak menerima zakat untuk orang tersebut”.

b. وَيَجُوْزُ دَفْعُهَالِفَاسِقٍ اِلاَّ إِنْ عُلِمَ أَنَّـهُ يُصَرِّفُهَا فِى مَعْصِيِّةٍ فَيَحْرُمُ وَتُجْزِئُ

Boleh memberikan zakat kepada orang yang fasiq (orang muslim yang masih suka melakukan kemaksiatan) kecuali apabila diketahui sesungguhnya ia mempergunakan pemberian zakat tersebut untuk maksiat (salah satu contohnya seperti orang yang tidak mau melakukan sholat terus menerus), maka haram memberinya dan zakatnya sah”.

ب.) الشَرْقَاوِى عَلَى التَّحْرِيْرِ: 1 : 392

قَوْلُهُ وَشُرِطَ آخِذُ الزَّكَاةِ الخ) ....وَيُعْلَمُ عَلَى مَا ذُكِرَ أَنَّهُ يَجُوْزُ دَفْعُهَا لِفَاسِقٍ اِلاَّ اِنْ عُلِمَ أَنَّهُ يَسْتَعِيْنُ ِبهَا عَلَى مَعْصِِيِّةٍ فَيَحْرُمُ وَاِنْ أَجْزَأَ

(Perkataan Mushannif: Disyaratkan orang yang mengambil zakat dst.) …Berdasarkan apa yang sudah diterangkan, diketahui sesungguhnya boleh memberikan zakat kepada orang yang fasiq kecuali apabila diketahui ia mengambil pertolongan dengan harta zakat (yang diberikan kepadanya) untuk perbuatan maksiat, maka haram memberinya, meskipun mencukupi (sah zakatnya)”.

3.) ترشيح المستفيدين:156

أ. وَيَجُوْزُ دَفْعُهَا لِفَاسِقٍ اِلاَّ اِنْ عُلِمَ أَنـَّهُ يَسْتَعِيْنُ بِهَا عَلَى مَعْصِيِّةٍ فَيَحْرُمُ اِنْ أَجْزَأَ.

ب. (فَائِدَةٌ) أُفْتِى بِذَلِكَ اَنَّهُ لَيْسَ لِتَارِكِ الصَّلاَةِ قَبْضُهَا وَاِنِ اسْتَحَقَّهَا وَبَنَاهُ فِى التُّحْفَةِ ... لَكِنْ اُوْرِدَ عَلَيْهَا أَنَّ الْكَلاَمَ فِى اسْتِحْقَاقِ الزَّكَاةِ لاَ فِى قَبْضِهَا

a. Boleh memberikan zakat kepada orang fasiq kecuali apabila diketahui sesungguhnya ia mempergunakan pertolongan dengannya untuk perbuatan maksiat, maka haram hukumnya (memberi orang fasiq tersebut) meskipun (pemberian tersebut) mencukupi sahnya zakat.

b. (Faedah) Dengan demikian difatwakan bahwa sesungguhnya Tidak ada kewenangan bagi orang yang meninggalkan sholat untuk mengambil zakat, meskipun ia termasuk mustahiquz zakat, keterangan ini ada dalam kitab Tuhfah……..akan tetapi yang diinginkan dalam zakat tersebut sesungguhnya pembicaraan dalam berhaknya menerima zakat bukan mengambil zakat”.

4.) كفاية الأخيار: 2 : 204

....وَاِنْ تَرَكَهَا وَهُوَ يَعْتَقِدُ وُجُوْبُهَا ِلأَنَّهُ تَرِكَهَا تَكَاسُلاً حَتَّى خَرَجَ الْوَقْتُ فَهَلْ يَكْفُرُ؟ قِيْلَ نَعَمْ لِقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ: بَيْنَ الْعَبْدِ وَبَيْنَ الْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ. رواه مسلم

“……..Apabila ia meninggalkan sholat dengan keadaan ia masih meyakini atas wajibnya sholat (atas dirinya), karena sesungguhnya ia meninggalkan sholat itu karena malas sehingga keluarlah waktu sholat; Apakah (yang demikian itu) ia sudah termasuk kufur? Maka dikatakan: “Ya” karena berdasarkan sabda Rasulullah saw. : “Antara hamba dan kufur batasannya adalah meninggalkan sholat” hadits riwayat Muslim

5.) تنوير القلوب: 227

وَأَيْضًا يَحْرُمُ اِذَا عَلِمَ الدَّافِعُ أَنَّ اْلآخِذَ يُصَرِّفُهَا فِى مَعْصِيَّةٍ

“ Demikian juga dihukumi haram (memberikan zakat pada orang yang meninggalkan sholat) apabila orang yang menyerahkan zakat itu mengetahui bahwa orang yang menerima zakat itu mempergunakannya untuk kemaksiatan”.

Sudah maklum bagi kita, biasanya Panitia Zakat membagikan zakat pada semua orang yang digolongkan Islam meskipun tidak sholat, dengan alasan mereka orang Islam, padahal kalau kita simak dalil di atas menghukumi haram memberinya zakat, meskipun sah zakatnya.

Oleh sebab itu panitia zakat harus hati-hati agar pekerjaannya dalam menyalurkan zakat tidak memdapatkan dosa karena kesembronoannya.


"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar